Judul : Si Pemuas Nafsu Birahi
link : Si Pemuas Nafsu Birahi
Si Pemuas Nafsu Birahi
CERITA SEX - Belum lama ini aku kembali bertemu Rosa. Ia kini sudah berkeluarga dan sejak menikah tinggal di Palembang.
Untuk suatu urusan keluarga, ia bersama anaknya yang masih berusia 5 tahun pulang
ke Yogya tanpa disertai suaminya.
Rosa masih
seperti dulu, kulitnya yang putih, bibirnya yang merah merekah, rambutnya yang lebat
tumbuh terjaga selalu di atas bahu. Meski rambutnya agak kemerahan namun karena
kulitnya yang putih bersih, selalu saja menarik dipandang, apalagi kalau berada
dalam pelukan dan dielus-elus.
Perjumpaan di Yogya ini mengingatkan peristiwa Delapan tahun lalu
ketika ia masih kuliah di sebuah perguruan tinggi ternama di Yogya. Selama
kuliah, ia tinggal di rumah bude, kakak ibunya yang juga kakak ibuku. Rumahku dan
rumah bude agak jauh dan waktu itu kami jarang ketemu Rosa.
Aku
mengenalnya sejak kanak-kanak. Ia memang gadis yang lincah, terbuka dan
tergolong
berotak encer. Setahun setelah aku menikah, istriku melahirkan anak kami
yang pertama. Hubungan kami rukun dan saling mencintai. Kami tinggal di
rumah
sendiri, agak di luar kota.
Sewaktu melahirkan, istriku mengalami pendarahan hebat dan harus dirawat di rumah sakit lebih lama ketimbang anak kami. Sungguh repot harus merawat bayi di rumah. Karena itu, ibu mertua, ibuku sendiri, tante (Ibunya Rosa) serta Rosa dengan suka rela bergiliran membantu kerepotan kami. Semua berlalu selamat sampai istriku diperbolehkan pulang dan langsung bisa merawat dan menyusui anak kami.
Hari-hari
berikutnya, Rosa masih sering datang menengok anak kami yang katanya cantik dan
lucu. Bahkan, heran kenapa, bayi kami sangat lekat dengan Rosa. Kalau sedang
rewel, menangis, meronta-ronta kalau digendong Rosa menjadi diam dan tertidur
dalam pangkuan atau gendongan Rosa.
Sepulang kuliah, kalau ada waktu, Rosa selalu mampir dan membantu istriku merawat si kecil.
Lama-lama Rosa sering tinggal di rumah kami. Istriku sangat senang atas
bantuan Rosa. Tampaknya Rosa tulus dan ikhlas membantu kami. Apalagi aku harus
kerja sepenuh hari dan sering pulang malam. Bertambah besar, bayi kami
berkurang nakalnya. Rosa mulai tidak banyak mampir ke rumah. Istriku juga semakin
sehat dan bisa mengurus seluruh keperluannya. Namun suatu malam ketika aku
masih asyik menyelesaikan pekerjaan di kantor, Rosa tiba-tiba muncul.
“Ada apa Ros, malam-malam begini datang?”
“Mas Rizal, tinggal sendiri di kantor?”
“Ya, Dari mana kamu?”
“Gak darimana-mana. Sengaja aja datang kemari”
“Mas Rizal, tinggal sendiri di kantor?”
“Ya, Dari mana kamu?”
“Gak darimana-mana. Sengaja aja datang kemari”
Rosa mendekat ke arahku. Berdiri di samping kursi kerja. Rosa terlihat mengenakan rok dan T-shirt warna kesukaannya, pink. Tercium olehku bau parfum khas remaja.
“Ada apa, Rosa?”
“Mas… Aku pengen seperti Mbak Tania”
“Pengen? Pengen apanya?” Rosa tidak menjawab tetapi malah melangkah kakinya yang putih mulus hingga berdiri persis di depanku.
“Mas… Aku pengen seperti Mbak Tania”
“Pengen? Pengen apanya?” Rosa tidak menjawab tetapi malah melangkah kakinya yang putih mulus hingga berdiri persis di depanku.
Dalam sekejap ia sudah duduk di pangkuanku.
“Rosa,
apa-apaan kamu ini..” Tanpa menungguku selesai bicara, Rosa sudah menyambarkan
bibirnya di bibirku dan menyedotnya kuat-kuat.
Bibir yang selama ini hanya dapat kupandangi dan bayangkan, kini benar-benar mendarat keras. Kulumannya penuh nafsu dan nafas halusnya menyeruak. Lidahnya dipermainkan cepat dan menari lincah dalam rongga mulutku. Ia mencari lidahku dan menyedotnya kuat-kuat. Aku berusaha melepaskannya namun sandaran kursi menghalangi. Lebih dari itu, terus terang ada rasa nikmat setelah berbulan-bulan tidak berhubungan intim dengan istriku. Rosa merenggangkan pagutannya dan katanya,
“Mas, aku
selalu ketagihan Mas. Aku suka berhubungan dengan laki-laki, bahkan beberapa
dosen telah kuajak beginian. Tidak bercumbu beberapa hari saja rasanya badan panas dingin. Aku belum pernah
menemukan laki-laki yang pas”
Kuangkat tubuh Rosa dan kududukkan di atas kertas yang masih berserakan di atas
meja kerja. Aku bangkit dari duduk dan melangkah ke arah pintu ruang kerjaku.
Aku mengunci dan menutup kelambu ruangan.
“Ros..
Kuakui, aku pun kelaparan. Sudah empat bulan tidak bercumbu dengan Tania”
“Jadikan aku Mbak Tania, Mas. Ayo” Kata Rosa sambil turun dari meja dan menyongsong langkahku.
“Jadikan aku Mbak Tania, Mas. Ayo” Kata Rosa sambil turun dari meja dan menyongsong langkahku.
Ia memelukku kuat-kuat sehingga dadanya yang empuk sepenuhnya menempel di dadaku. Terasa pula kontolku yang telah mengeras berbenturan dengan perut bawah pusarnya yang lembut. Rosa merapatkan pula perutnya ke arah kemaluanku yang masih terbungkus celana tebal. Rosa kembali menyambar leherku dengan kuluman bibirnnya yang merekah bak bibir artis terkenal. Aliran listrik seakan menjalar ke seluruh tubuh. Aku semula ragu menyambut keliaran Rosa. Namun ketika kenikmatan tiba-tiba menjalar ke seluruh tubuh, menjadi mubazir belaka melepas kesempatan ini.
“Kamu amat
bergairah, Rosa..” Bisikku lirih di telinganya.
“Hmmm… Iya… Sayang..” Balasnya lirih sembari mendesah.
“Aku sebenarnya menginginkan Mas sejak lama… Ukh…” Serunya sembari menelan ludahnya.
“Ayo, Mas… Teruskan..”
“Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan dari Mas?”
“Semuanya” Kata Rosa sembari tangannya menjelajah dan mengelus batang kemaluanku.
“Hmmm… Iya… Sayang..” Balasnya lirih sembari mendesah.
“Aku sebenarnya menginginkan Mas sejak lama… Ukh…” Serunya sembari menelan ludahnya.
“Ayo, Mas… Teruskan..”
“Ya Sayang. Apa yang kamu inginkan dari Mas?”
“Semuanya” Kata Rosa sembari tangannya menjelajah dan mengelus batang kemaluanku.
Bibirnya
terus menyapu permukaan kulitku di leher, dada dan tengkuk. Perlahan
kusingkap
T-Shirt yang dikenakannya. Kutarik perlahan ke arah atas dan serta merta
tangan Rosa telah diangkat tanda meminta T-Shirt langsung dibuka saja.
Kaos itu
kulempar ke atas meja. Kedua jemariku langsung memeluknya kuat-kuat
hingga
badan Rosa lekat ke dadaku.
Kedua
bukitnya menempel kembali, terasa hangat dan lembut. Jemariku mencari kancing
BH yang terletak di punggungnya. Kulepas perlahan, talinya, kuturunkan melalui
tangannya. BH itu akhirnya jatuh ke lantai dan kini ujung payudaranya menempel
lekat ke arahku. Aku melorot perlahan ke arah dadanya dan kujilati penuh
gairah. Permukaan dan tepi putingnya terasa sedikit asin oleh keringat Rosa,
namun menambah nikmat aroma gadis muda.
Tangan Rosa mengusap-usap rambutku dan menggiring kepalaku agar mulutku segera
menyedot putingnya.
“Sedot kuat-kuat Mas, sedooottt…” Bisiknya.
Aku memenuhi permintaannya dan Rosa tak kuasa menahan kedua kakinya. Ia seakan lemas dan menjatuhkan badan ke lantai berkarpet tebal. Ruang ber-AC itu terasa makin hangat.
“Mas lepas…” Katanya sambil terlentang di lantai.
Rosa meminta aku melepas pakaian. Rosa sendiri pun melepas rok dan
celana
dalamnya. Aku pun berbuat demikian namun masih kusisakan celana dalam.
Rosa melihat dengan pandangan mata sayu seperti tak sabar menunggu.
Segera aku
menyusulnya, tiduran di lantai. Kudekap tubuhnya dari arah samping
sembari
kugosokkan telapak tanganku ke arah putingnya. Rosa melenguh sedikit
kemudian
sedikit memiringkan tubuhnya ke arahku. Sengaja ia segera mengarahkan
putingnya
ke mulutku.
“Mas sedot
Mas… Teruskan, enak sekali Mas… Enak…” Ku penuhi permintaannya sembari
kupijat-pijat pantatnya.
Tanganku mulai nakal mencari selangkangan Rosa. Rambutnya tidak terlalu tebal namun datarannya cukup mantap untuk mendaratkan pesawat “cocorde” milikku. Kumainkan jemariku di sana dan Rosa tampak sedikit tersentak.
“Ukh… Khmem.. Hsss… Terus… Terus” Lenguhnya tak jelas.
Sementara
sedotan di putingnya kugencarkan, jemari tanganku bagaikan memetik dawai gitar
di pusat kenikmatannya. Terasa jemari kanan tengahku telah mencapai gumpalan
kecil daging di dinding atas depan memeknya, ujungnya kuraba-raba lembut
berirama. Lidahku memainkan puting sembari sesekali menyedot dan menghembusnya.
Jemariku memilin klitoris Rosa dengan teknik petik melodi.
Rosa menggelinjang-gelinjang, melenguh-lenguh penuh nikmat.
“Mas… Mas…
Ampun… Terus, ampun… Terus ukhhh…” Sebentar kemudian Rosa lemas.
Namun itu tidak berlangsung lama karena Rosa kembali bernafsu dan berbalik mengambil inisitif. Tangannya mencari-cari arah kejantananku. Kudekatkan agar gampang dijangkau, dengan serta merta Rosa menarik celana dalamku. Bersamaan dengan itu melesat keluar pusaka kesayangan Tania. Akibatnya, memukul ke arah wajah Rosa.
“Uh… Mas…
Apaan ini” Kata Rosa kaget.
Tanpa menunggu jawabanku, tangan Rosa langsung meraihnya. Kedua telapak tangannya menggenggam dan mengelus kontolku.
“Mas… Ini asli?”
“Asli, 100 persen” Jawabku.
Rosa geleng-geleng
kepala. Lalu lidahnya menyambar cepat ke arah permukaan kontolku yang
berdiameter
6 cm dan panjang 19 cm itu, sedikit agak bengkok ke kanan. Di bagian
samping
kanan terlihat menonjol aliran otot keras. Bagian bawah kepalanya, masih
tersisa sedikit kulit yang menggelambir. Otot dan gelambiran kulit
itulah yang membuat perempuan bertambah nikmat merasakan tusukan senjata
andalanku.
“Mas, belum pernah aku melihat kontol sebesar dan sepanjang ini”
“Sekarang
kamu melihatnya, memegangnya dan menikmatinya”
“Alangkah bahagianya Mbak Tania”
“Makanya kamu pengen seperti dia, kan?”
“Alangkah bahagianya Mbak Tania”
“Makanya kamu pengen seperti dia, kan?”
Rosa langsung menarik kontolku.
“Mas, aku
ingin cepat menikmatinya. Masukkan, cepat masukkan”
Rosa menelentangkan tubuhnya. Pahanya direntangkannya. Terlihat betapa mulus putih dan bersih. Diantara bulu halus di selangkangannya, terlihat lubang memek yang mungil. Aku telah berada di antara pahanya. Exocet-ku telah siap meluncur. Rosa memandangiku penuh harap.
“Cepat Mas, cepat..”
“Sabar Rosa. Kamu harus benar-benar terangsang, Sayang…”
Namun tampaknya Rosa tak sabar. Belum pernah kulihat perempuan sekasar Rosa. Dia tak ingin dicumbui dulu sebelum dirasuki kontol pasangannya.
“Cepat Mas…” Ajaknya lagi.
Kupenuhi
permintaannya, kutempelkan ujung kontolku di permukaan lubang memeknya, kutekan
perlahan tapi sungguh amat sulit masuk, kuangkat kembali namun Rosa justru
mendorongkan pantatku dengan kedua belah tangannya. Pantatnya sendiri didorong
ke arah atas. Tak terhindarkan, batang kontolku bagai membentur dinding tebal.
Namun Rosa tampaknya ingin main kasar. Aku pun, meski belum terangsang benar,
kumasukkan kontolku sekuat dan sekencangnya. Meski perlahan dapat
memasukirongga memeknya, namun terasa sangat sesak, seret, panas, perih dan
sulit. Rosa tidak gentar, malah menyongsongnya penuh gairah.
“Jangan paksakan, Sayang..” Pintaku.
“Terus.
Paksa, siksa aku. Siksa… Tusuk aku. Keras… Keras jangan takut Mas, terus..” Dan
aku tak bisa menghindar. Kulesakkan keras hingga separuh kontolku telah masuk.
Rosa menjerit,
“Aouwww.. Sedikit lagi..” Dan aku menekannya kuat-kuat.
Bersamaan
dengan itu terasa ada yang mengalir dari dalam memek Rosa, meleleh keluar. Aku
melirik, darah… Darah segar. Rosa diam. Nafasnya terengah-engah. Matanya
memejam. Aku menahan kontolku tetap menancap. Tidak turun, tidak juga naik. Untuk
mengurangi ketegangannya, kucari ujung puting Rosa dengan mulutku. Meski agak
membungkuk, aku dapat mencapainya. Rosa sedikit berkurang ketegangannya.
Beberapa
saat kemudian ia memintaku memulai aktivitas. Kugerakkan kontolku yang
hanya
separuh jalan, turun naik dan Rosa mulai tampak menikmatinya.
Pergerakkan
konstan itu kupertahankan cukup lama. Makin lama tusukanku makin dalam.
Rosa pasrah dan tidak sebuas tadi. Ia menikmati irama keluar masuk di
liang
kemaluannya yang mulai basah dan mengalirkan cairan pelicin. Rosa mulai
bangkit
gairahnya menggelinjang dan melenguh dan pada akhirnya menjerit lirih,
“Uuuhh..
Mas… Uhhh… Enaakkkk.. Enaaakkk… Terus… Aduh… Ya ampun enaknya..” Rosa melemas
dan terkulai.
Kucabut kontolku yang masih keras, kubersihkan dengan bajuku. Aku duduk di samping Rosa yang terkulai.
“Rosa, kenapa kamu?”
“Lemas, Mas. Kamu amat perkasa.”
“Kamu juga liar”
Rosa memang sering berhubungan dengan laki-laki. Namun belum ada yang berhasil
menembus keperawanannya karena selaput daranya amat tebal. Namun perkiraanku,
para lelaki akan takluk oleh garangnya Rosa mengajak senggama tanpa pemanasan yang cukup. Gila memang anak itu, cepat panas.
Sejak
kejadian itu, Rosa selalu ingin mengulanginya. Namun aku selalu
menghindar.
Hanya sekali peristiwa itu kami ulangi di sebuah hotel sepanjang hari.
Rosa waktu itu kesetanan dan kuladeni kemauannya dengan segala gaya.
Rosa mengaku
puas.
Setelah lulus, Rosa menikah dan tinggal di Palembang. Sejak itu tidak ada kabarnya. Dan, ketika pulang ke Yogya bersama anaknya, aku berjumpa di rumah bude.
“Mas Rizal,
mau nyoba lagi?” Bisiknya lirih.
Aku hanya mengangguk.
“Masih gede juga?” Tanyanya menggoda.
“Ya, tambah gede dong”
Dan malamnya, aku menyambangi di hotel tempatnya menginap. Pertarungan pun kembali terjadi dalam posisi sama-sama telah matang.
“Mas Rizal, Mbak Tania sudah bisa dipakai belum?” Tanyanya.
“Belum, dokter melarangnya” Kataku berbohong.
Dan, Rosa pun malam itu mencoba melayaniku hingga kami sama-sama terpuaskan.
Demikianlah Artikel Si Pemuas Nafsu Birahi
Sekianlah artikel Si Pemuas Nafsu Birahi kali ini, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sampai jumpa di postingan artikel lainnya.
Anda sekarang membaca artikel Si Pemuas Nafsu Birahi dengan alamat link https://agenlendir69.blogspot.com/2017/07/si-pemuas-nafsu-birahi.html
No comments:
Post a Comment